LAPORAN
PENELITIAN MATA KULIAH KEMISKINAN DAN PERBERDAYAAN
Gampong
Meunasah Mon, Kec. Masjid Raya
Kab. Aceh
Besar
Di Susun oleh:
Nama Anggota
Kelompok :
Fidzar Aiga
Aulianda
Aziz Gusti
Munandar
Intan Silvia
Marliana
Novi Yanti
Nia Murniati
T. Silva
Nanda
Apriansyah
Miftahul
Jannah
Kori Silvia
Rafi Aulia
ILMU EKONOMI
FAKULTAS
EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI
BANDA ACEH
Latar Belakang
Kemiskinan
merupakan hal yang kompleks karena menyangkut berbagai macam aspek seperti hak
untuk terpenuhinya pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, dan sebagainya.
Agar kemiskinan di Indonesia dapat menurun diperlukan dukungan dan kerja sama
dari pihak masyarakat dan keseriusan pemerintah dalam menangani masalah ini.
Program pemerintah untuk
menangani masalah kemiskinan telah berhasil menurunkan jumlah penduduk miskin
dari 28,01 juta (10,86%) pada tahun 2016 menjadi 22,5 juta (11,3%). Namun,
berbagai hal yang terjadi di Indonesia berkurang sebesar 0,50 juta orang dibandingkan dengan
kondisi September 2015 yang sebesar 28,51 juta orang (11,13 persen). Berdasarkan data
Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk di Aceh Besar mencapai 383,477
jiwa dengan komposisi penduduk usia produktif mencapai 53,08 persen. Namun
demikian, yang menjadi tantangan terbesar adalah menjawab angka kemiskinan yang
masih tinggi yaitu 16,88 persen, padahal Aceh Besar memiliki potensi sumbar
daya alam (SDA) yang sangat kaya.
Aceh
merilis profil kemiskinan di daerah ini Maret 2016. Dari data tersebut
menunjukkan persentase angka kemiskinan di Aceh hingga Maret 2016 tertinggi
kedua (16,73 persen) di Pulau Sumatera, setelah Bengkulu (17,32 persen).
Peringkat kemiskinan kedua provinsi ini masih sama seperti periode
Januari-September 2015.
Pada
satu daerah di Aceh Besar di kecamatan Masjid raya di Desa Meunasah Mon yang
memiliki tingkat kemiskinan 50%. Pada umum nya masyarakat di desa Meunasah
Mon bekerja sebagai nelayan dan petani kebun yang menurut mereka pekerjaan ini sangat tergantung pada cuaca di lokasi tersebut.
Mon bekerja sebagai nelayan dan petani kebun yang menurut mereka pekerjaan ini sangat tergantung pada cuaca di lokasi tersebut.
Mengapa dan apa pentingnya riset di desa tersebut?
Meunasah Mon memiliki jumlah kepala
keluarga sebanyak 358. Desa ini ada 4
dusun yang masyarakat nya 75% bersuku aceh dan skitar 15% yang tidak termasuk suku aceh. Bangunan rumah
di desa ini mayoritasnya ialah rumah bantuan Tsunami 2004 lalu. Namun, tidak
sedikit rumah di desa ini yang hanya
berukuran 15 meter. Mata pencaharian yang di dominasi oleh petani, nelayan, dan
berjualan ini belum mampu memenuhi
seluruh kebutuhan keluarga maupun pribadi mereka sendiri. Tidak sedikit dari
anak-anak dari desa ini harus terputus sekolah akibat tidak ada nya biaya
keluarga untuk meneruskan sekolah
mereka. Diakibatkan beberapa faktor, terdapat kurang lebih 70% penduduk yang dikategorikan
miskin atau kurang mampu.
Hasil Temuan Lapangan
Berdasarkan
pantauan kami selama disana, masyarakat yang mayoritas bekerja sebagai nelayan,
petani dan berjualan tersebut mengaku
bahwa penghasilan mereka sangat lah pas – pas an bahkan cenderung kurang untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari hari apalagi untuk menyekolahkan anak-anak
mereka. Ditambah dengan harga barang pokok
yang semakin hari semakin melambung membuat mereka sangatlah kesulitan.
Cuaca yang terkadang tidak mendukung
sangat menghambat mereka untuk mencari nafkah sehingga mereka terpaksa harus
mencari pekerjaan tambahan demi menghidupi keluarga sehari hari. Namun, tidak
semua masyarakat memiliki pekerjaan sampingan, seperti salah satu narasumber
kami yang bernama Zainal.
Beliau
sehari hari hanya bekerja sebagai buruh bangunan, meski tidak mencukupi, namun
diakibatkan tidak adanya keahlian lain yang dimiliki membuat nya tidak memiliki
bekerja sampingan demi menutupi kebutuhan sehari hari serta membeli susu untuk
anak yang masih kecil. Di desa tersebut
masih banyak kita temukan lansia yang seharusnya sudah dapat beristirahat namun
mereka masih bekerja demi menyambung hidup. Memang hal ini sangat disayangkan
karena apabila mereka terlalu capek akan sangat
berbahaya bagi kehidupan mereka. Program Raskin yang dimiliki oleh gampong
tersebut belum mampu memenuhi kebutuhan mereka diakibatkan tidak merata nya
pembagian bantuan tersebut. Terkadang raskin yang dibagikan tersebut tidak
sesuai dengan data yang ada bahkan masyarakat yang seharusnya mendapatkan
bantuan tersebut malah tidak mendapatkannya.
Begitu
juga dengan zakat, tidak semua masyarakat mendapatkan nikmat zakat tersebut
meskipun mereka sangat pantas untuk mendapatkannya. Kurangnya pengetahuan
masyarakat atas informasi bantuan atau program pemerintah yang ditawarkan kepada
gampong tersebut menjadi salah satu penyebab mereka tidak mendapatkan akses.
Untuk mencari modal tambahan, masyarakat Meunasah Mon kebanyakan tidak berani
untuk meminjam kepada lembaga keuangan diakibatkan takut nya tidak mampu untuk
membayar kembali pinjaman tersebut meskipun syarat yang ditawarkan tidak
terlalu sulit, namun dengan tidak adanya jaminan yang mereka pegang membuat
mereka enggan untuk “berhutang”. Di samping itu, adanya predikat “miskin” yang
melekat ada mereka, susah untuk meminjam modal padahal mereka sangat
membutuhkan dana tersebut untuk memenuhi kehidupan sehari hari.
Diakibatkan
ekonomi yang pas-pas an, banyak dari anak anak terpaksa putus sekolah karena
tidak ada biaya untuk melanjutkan pendidikan tersebut. Memang sangat
disayangkan karena seharusnya dengan mereka bersekolah dapat merubah kehidupan
mereka nantinya. Selain tidak ada biaya untuk sekolah, di desa tersebut bahkan
masih ada rumah yang tidak memiliki sarana sanitasi sendiri sehingga mereka
harus menumpang di rumah tetangga bahkan harus kesungai. Padahal yang kita tahu
bahwa sarana sanitasi tersebut sangat lah perlu dalam kehidupan sehari-hari.
Sarana sanitasi yang diperlukan tidak hanyak kamar mandi, namun daerah
pembuangan seharusnya menjadi perhatian yang penting karena saluran pembuangan
yang tidak sesuai hanya akan menambah masalah yang tidak hanya merugikan
pribadi tapi orang lain dapat terkena imbasnya. Air Pdam yang merupakan sumber
air bersih di Desa tersebut pun belum mampu memenuhi kebutuhan air mereka,
dimana apabila air macet atau mati bisa berlangsung berhari hari dan apabila
hujan air akan keruh sehingga untuk minum sangat tidak dianjurkan karena dapat
membahayakan kesehatan.
Masyarakat
Meunasah Mon kebanyakan memiliki akses kesehatan BPJS, meskipun memiliki akses
masih ada masyarakat yang lebih memilih untuk berobat secara tradisional
ataupun hanya dengan membeli obat biasa di warung warung terdekat dengan dalih
lebih dekat dan murah. Meskipun tidak semua, namun ada juga masyarakat yang
memilih berobat ke puskesmas dengan bantuan BPJS namun tidak mampu untuk
berobat ke dokter dikarenakan tidak adanya biaya. Padahal kebanyakan dari
masyarakat nya sendiri sudah berusia setengah abad dimana usia ini sangat
rentan terhadap penyakit apabila tidak sering di periksa.
Meskipun
hidup pas-pas an namun sikap kekeluargaan yang dimiliki masyarakat cukup besar,
hal itu dapat dibuktikan pada saat diadakan nya rapat/musyawarah atau kegiatan
rutin yang dilakukan Gampong, masyarakat menunjukkan antusias yang cukup besar
dan bersedia ikut dalam kegiatan tersebut. Rapat/musyawarah tersebut juga
digunakan masyarakat sebagai wadah untuk menyampaikan aspirasi dan pendapat
mereka.
Berikut
beberapa hasil survey lapangan anggota
1. Marlina
Siti
hawa (69 tahun ), pendidikan terakhir MAN, status Janda dan memiiki anak 2
tingkat SMP. Sejak tahun 1996, beliau ditinggal oleh suami nya yang merantau
namun hingga sekarang tidak ada kabar lagi. Di rumah pribadi berukuran 36
inilah Ibu Siti tinggal bersama kedua anaknya. Demi menghidupi keluarga nya,
Siti menjual kacang rebus dan sayur sayuran meskipun hasil yang didapat tidak
mampu menutupi kekurangan mereka. Bantuan yang pernah diterima nya ialah beras
raskin yang diberikan oleh pihak Pertamina serta untuk mendapatkannya tidak
perlu berdesak-desakan. Meskipun di gampong itu memunyai usaha Koperasi, namun
Siti tidak pernah meminjam di sana karena takut tidak mampu membayar kembali. Untungnya,
beliau tetap menerima zakat pertahun (tiap Idul Fitri) yang dapat membantu
mereka saat itu. Siti mengharapkan pemerintah dapat memberikan bantuan dana
bagi mereka agar kehidupan mereka menjadi lebih baik. Oleh karena itu, setiap
diadakan rapat/musyawarah gampong, Siti sering hadir demi menyampaikan
keinginan nya. Meskipun serba kekurangan, Siti masih dapat bersyukur karena
memiliki akses air bersih serta memiliki sarana
sanitasi pribadi serta BPJS yang dapat digunakan saat penyakit nya
kambuh.
2. Rafi
Aulia
Amiruddin
(52 tahun), pendidikan terakhir MIN, status menikah dan mempunyai anak 2. Amir
sehari hari bekerja sebagai nelayan yang menurut beliau “cukup” untuk sehari
hari. Namun, apabila cuaca tidak mendukung, dia tidak akan dapat penghasilan
apa-apa dikarenakan tidak mempunyai sumber pendapatan lain. Untuk menambah
modal, biasanya Amir meminjam uang ke koperasi sebesar 1 juta dan bayar bulanan
nya 70 rb rupiah serta proses nya harus berkelompok dan ketua kelompok sebagai
penanggung jawab. Setiap bulannya, Amir mendapat raskin yang diberikan
pemerintah langsung dengan ditandai adanya kupon. Sedangkan zakat, beliau
menerima pertahun yaitu pada saat menjelang
lebaran. Untuk menambah penghasilan dilakukan lah praktek Mawah, dimana dia
merawat lembu orang, setelah anak lembu lahir dibagi dua dari harga anak lembu
tersebut. Menurut Amir, program pemerintah belum cukup karena bantuan
pemerintah sangat sedikit yang diterima oleh mereka. Dia mengharapkan
pemerintah dapat memberikan kapal dan kapal tersebut dibayar dengan cara
dicicil ataupun memberikan lahan baginya untuk membudidayakan lele. Dalam
bermasyarakat, Amir sering mengikuti kegiatan gotong royong karena sudah
dianggap kewajiban rutin ketika menyambut bulan suci Ramadan serta Maulid Nabi
Besar SAW. Akses air bersih yang didapatnya berasal dari PDAM namun terkadang
airnya mati atau tidak naik. Selama setahun terakhir ini, beliau tidak
menderita sakit parah yang mengharuskan rawat, namun hanya penyakit biasa dan
akses yang didapat adalah BPJS. Ketika diadakan rapat/musyawarah di gampong,
beliau sering mengikutinya karena dengan begitu dapat menyalurkan pendapat atau
aspirasinya.
3. Apriansyah
Alimin
(52 tahun), pendidikan terakhir SMP, status menikah dan mempunyai $ anak. Pria
yang sehari hari bekerja sebagai Nelayan ini harus menerima kenyataan pahit
dimana ada anaknya yang terpaksa putus bersekolah karena ketidak adanya biaya.
Penghasilan yang diterimanya pun terkadang cukup tapi sering kekurangan. Untuk
menambah penghasilan, dia pun bertani cabai meskipun sering terkendala oleh
cuaca. Setiap bulannya, Ali mendapat raskin dari pemerintah dengan hanya
membawa uang saja. Menurutnya, proses dalam perizinan di gampong termaksud
mudah hanya saja apabila berkasnya dibawa keluar kadang terhambat. Demi
menambah penghasilan, dia pun melakukan praktik mawah yang memang dilakukan
oleh sebagian masyarakat gampong. Untuk mendukung ketersediaan pangan, lahan di
pekarangan ditanami sayur-sayuran karena menurut beliau lebih cepat
menghasilkan. Namun, sayangnya Ali tidak mengetahui apasaja program pemerintah
dalam menanggulangi kemiskinan di daerahnya. Sumber air bersih yang didapatnya
berasal dari PDAM dan sering sekali airnya macet. Menurutnya, pembangunan di
desa tidak menyentuh warga secara keseluruhan sehingga masih banyak warga yang
miskinn.
4. Novi
Yanti
Jamliah
(65 tahun), pendidikan terakhir SMP. Status menikah dan mempunyai anak 5 orang.
Di rumah berukuran 36 inilah beliau dan sekeluara tinggal. Demi menghidupi
keluarga, suami beliau bekerja di pabrik bata didaerah Lambaro Angan.
Penghasilan yang diterima nya pun tidak mencukupi karena tidak adanya sumber
pendapatan lain. Keluarga ini pernah meminjam dana kepada PNPM dengan hanya
menyertakan fotocopy KTP. Raskin yang diterima sebanyak 2 are per kk pun
menjadi tambahan untuk makan mereka dan termaksud mudah karena hanya perlu
mengambilnya raskin di kantor desa. Jenis usaha gampong yang ada ialah merajut
yang dibatasi hanya 100 orang ibu-ibu rumah tangga. Menurutnya, program
pemerintah sudah dapat meringankan mereka karena dengan adanya dan PNPM
tersebut bisa untuk merenovasi rumah mereka. Meskipun di gampong sering
diadakan kegiatan rutin, beliau jarang mengikutinya Karena terbentur akan
pekerjaan. Air PDAM yang diterima mereka pun dibayar perbulan sesuai pemakaian,
namun untuk mencuci, mereka lebih memilih di sungai dengan alasan hemat air.
Meskipun serba kekurangan, dia masih mampu menyekolahkan kedua anaknya yan kini
sudah di duduk di dayah dan kelas 3 SMP, sisanya tidak bersekolah karena tidak
adanya biaya.
5. T.
Silva Nanda S.
Sunaryo
(36t tahun), pendidikan terakhir SMP, status menikah dan mempunyai 2 orang
anak, rumah dimiliki milik pribadi berukuran 4x8 m. Demi menghidupi
keluarganya, pria ini sehari-hari bekerja sebagai tukang bangunan yang
terkadang mencukupi dan terkadang tidak. Dulu nya di Jawa pernah berdagang
bakso yang terkadang lebih santai dan pendapatannya lebih banyak, hanya saja
untuk kembali berdagang beliau tidak mempunyai dana serta menurutnya masyarakat
tidak mampu untuk membeli bakso karena membeli nasi saja masih kurang. Untuk
mengambil raskin yang diberikan tiap bulannya, mereka hanya perlu membawa uang
saja untuk mengantri dan tidak mengurus macam-macam surat. Menurutnya program
yang ada untuk menanggulangi kemiskinan belum maksimal dikarenakan masih banyak
nya orang miskin, namun sayangnya dia tidak mengetahui pasti apa saja program
pemerintah tersebut. Gotong royong serta pengajian sudah dianggap kegiatan
rutin yang wajib diikuti demi mempererat tali silahturahmi. Meskipun memiliki
akses air PDAM namun sekarang sudah tidak berfungsi lagi. Untuk memenuhi air
sehari-hari digunakanlah air sumur sendiri.
6. Intan
Silvia
Rusmini(75
tahun), pendidikan terakhir SMP, janda dengan 3 anak. Pekerjaan sehari-hari
yang dijalani nya ialah berjualan kue dengan menitipkan kewarung tetangga.
Untuk memenuhi kekurangan, wanita setengah baya ini pun bertani di bantu salah
seorang anaknya. Kenaikan harga pokok yang melambung menjadi kendala beliau
dalam berjualan, karena modal yang dikeluarkan bisa lebih besar daripada
pendapatan. Saat di gampong itu masih ada koperasi, dia pernah meminjam dana di
sana dengan syarat yang cukup mudah. Nenek ini juga menerima raskin (per bulan)
serta zakat (pertahun) yang menurutnya sangat bermanfaat. Meskipun di gampong
itu masih terdapat mawah, namun dia memilih tidak melakukannya. Menurut beliau
program yang dijalankan pemerintah belum maksimal karena tidak meratanya atas
bantuan tersebut dan dia mengharapkan pemerintah kedepannya lebih teliti dan
maksimal. Meskipun kekurangan, tapi nenek Rusmini masih bersyukur karena adanya
air PDAM meskipun sering macet dan adanya akses kesehatan seperti BPJS yang
sangat berguna apabila beliau ingin berobat ke puskemas. Ketiga anaknya sudah
menikah namun hanya seorang yang masih bersamanya.
7. Kori
Silvia
Ainal
Mardhiah (70 tahun), janda dengan 2 orang anak. Nenek Ainal tidak pernah
mengecap bangku sekolah sehingga demi menghidupi keluarganya dia memilih untuk
membantu tetangga menjual kacang rebus. Sebelum berjualan kacang, dia pernah
bekerja sebagai petani, namun seiring bertambah usia dia memilih cukup
berjualan saja meskipun pendapatan yang diterima tidak menentu. Meskipun syarat
apabila meminjam dana mudah, namun dia memilih jalan aman dengan tidak meminjam
karena tidak mampu membayarnya. Bantuan yang diterima ialah raskin serta zakat
pada waktu tertentu. Akses air bersih yang ada ialah PDAM meskipun ketika hujan
airnya keruh sehingga tidak dapat digunakan untuk minum.
8. Fidzar
Aiga Aulianda
Rosmiati
(78 tahun), pendidikan terakhir SMP, janda dengan 4 anak. Dengan hanya menjual
kue ke warung-warung dia menghidupi keluarganya. Meskipun ada pemberian
pendapatan dari anak yang sudah menikah namun dirasa belum memenuhi kebutuhan
mereka. Nek Rosmiati pernah meminjam uang ke bank untuk dijadikan modal usaha
dengan syarat yang terbilang mudah yaitu, survey usaha dan melihat ktp. Raskin
yang diterima nya pun tidak menentu karena dibagikan langsung oleh kepala dusun
serta tidak seluruh warga miskin yang menerimanya. Meskipun ada usaha gampong,
mereka kurang dipercaya karena adanya predikat miskin yang melekat pada mereka.
Pemberian modal usaha menurut nya sangat bagus karna dapat mengembangkan usaha
yang sudah ada. Diakibatkan tingkat kesehatan yang sudah menurun, beliau jarang
mengikuti kegiatan gampong seperti, pengajian ataupun rapat warga.
9. Nia
Murniati
Zuhriati
(32 tahun), pendidikan terakhir SD. Status menikah dan punya anak 1. Untuk
menghidupi keluarganya, dia bekerja sebagai petani yang dirasa terkadang
kurang. Ketika hujan sangat menghambat dalam mencari rezeki Karena lahan
perkebunan berada di atas gunung. Meskipun masuk dalam golongan warga miskin,
namun keluarga mereka tidak pernah mendapat bantuan pemerintah seperti raskin
dan proses untuk mengurus surat-surat cenderung susah. Menurut nya kegiatan
rutin gampong seperti gotong royong, pengajian, dan wirid menjadi kewajiban
karena dengan begitu antar warga akan ada ikatan kuat. Air PDAM yang terkadang
mati, serta keruh pada saat hujan sangat mengganggu kegiatan sehari hari
seperti memasak,mandi, dan mencuci.
10. Miftahul
Jannah
Burhani
(64 tahun), pendidikan terakhir Min, status menikah dan 9 orang anak. Dengan
hanya bermodalkan melaut, dia menghidupi keluarga. Pendapatan yang diterima nya
sangat bergantung pada cuaca dan keadaan laut. Ketidakmampu untuk membayar
ulang membuat pria ini enggan meminjam dana kepada lembaga keuangan. Raskin
yang diterima nya pun tidak sesuai karna menurutnya raskin diberikan kepada
keuchik sedangkan pak keuchiknya tidak menyalurkan raskin tersebut kepada
mereka. Usaha gampong yang dimilki pun tidak dapat membantu mereka karena pihak
pengelola tidak percaya. Lahan yang terlalu sempit membuat mereka tidak dapat
memanfaatkan untuk tambahan kebutuhan pangan. Program yang ada dirasa tidak
mampu mengatasi kemiskinan karena Keuchiknya tidak menyalurkan bantuan seperti
raskin kepada warga miskin, kalau adapun hanya sesekali mendapatkannya.
Kegiatan rutin yang ada di gampong dijadikan wadah sebagai menambah ilmu dan
memperbaiki diri menjadi lebih baik sehingga dapat mengajarkan nya kepada
anak-anak. Akses air yang digunakan adalah sumur, untuk memperolehnya
menggunakan/memasang keran. Terlalu sering bekerja membuat pria ini cenderung
sakit-sakitan namun hanya berobat secara tradisional karena boleh membayar
seikhlasnya.
11. Aziz Gust Munandar
Nur
Habibah/Zainal (27/31 tahun), pendidikan terakhir (SMA/SMP), status menikah dan
mempunyai 3 orang anak. Demi menghidupi keluarga sehari hari serta membayar
rumah sewa, Zainal bekerja sebagai buruh bangunan yang penghasilannya dirasa
tidak cukup. Dikarenakan tidak adanya keahlian lain membuatnya harus bekerja
sebagai buruh bangunan saja. Kendala yang dialami ialah gaji yang terkadang
telat diberikan. Menurut mereka, mudah saja melakukan pinjaman tetapi beratnya
karena harus ada jaminan yang merupakan syarat utama peminjaman. Dalam hal
memperoleh beras raskin pun dirasa mudah karena hanya membawa kk dan sejumlah
uang. Dalam pengajuan surat, tergantung surat apa yang diajukan. Jika surat
tersebut memberi keuntungan untuk pribadi misalnya proposal agak dipersulit dan
banyak persyaratan. Meskipun secara ekonomi mereka berhak menerima zakat, tapi
faktanya mereka belum pernah menerima zakat tersebut. Luas tanah sama dengan
luas rumah yang hanya sebesar 3x5 m itu pun sangat memprihatinkan. Ketidak
tahuan tentang program pemerintah membuatnya tidak dapat memberikan solusi atas
masalah yang mereka hadapi. Sangat disayangkan,keluarga kecil ini tidak
mempunyai sarana sanitasi sendiri hingga harus menumpang ke rumah tetangga
mereka. Tidak adanya akses air bersih membuat mereka harus membeli air untuk
minum dan masak sedangkan mandi dan mencuci dilakukan di sungai. BJPS yang
diurus pun belum keluar, namun ketika berobat mereka memilih ke Puskesmas.
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil temuan kami di lapangan, Gampong Meunasah Mon, Kecamatan Masjid Raya,
Kabupaten Aceh Besar tersebut sangat layak untuk dapat perhatian yang lebih
dari pemerintah khususnya Pemerintah Provinsi Aceh. Mengingat angka kemiskinan
yang mencapai 70% tersebut tidak dapat dianggap remeh oleh pemerintah.
Pemerintah harus dapat meminimalisir persentase yang tinggi itu demi
mensejahterakan masyarakatnya. Menurut beberapa warga desa, mereka mengharapkan
pemerintah dapat bersikap adil dalam hal pemberian bantuan serta dana untuk
mereka. Karena pada praktik lapangannya
masih banyak ditemukan tidak meratanya pembagian tersebut. Selain itu
mereka mengharapkan adanya perbaikan atas sarana sanitasi di desa tersebut sehingga
semua rumah punya sarana sanitasi. Di desa tersebut juga banyak anak yang putus
sekolah, sehingga hal ini dapat dijadikan perhatian khusus pemerintah demi masa
depan anak-anak.
Foto
– FotoPenelitian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar