Minggu, 15 Januari 2017

LAPORAN PENELITIAN MATA KULIAH KEMISKINAN DAN PERBERDAYAAN

LAPORAN PENELITIAN MATA KULIAH KEMISKINAN DAN PERBERDAYAAN
Gampong Meunasah Mon, Kec. Masjid Raya
Kab. Aceh Besar
Di Susun oleh:
Nama Anggota Kelompok :
Fidzar Aiga Aulianda
Aziz Gusti Munandar
Intan Silvia
Marliana
Novi Yanti
Nia Murniati
T. Silva Nanda
Apriansyah
Miftahul Jannah
Kori Silvia
Rafi Aulia

ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
BANDA ACEH

Latar Belakang
Kemiskinan merupakan hal yang kompleks karena menyangkut berbagai macam aspek seperti hak untuk terpenuhinya pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, dan sebagainya. Agar kemiskinan di Indonesia dapat menurun diperlukan dukungan dan kerja sama dari pihak masyarakat dan keseriusan pemerintah dalam menangani masalah ini.
Program pemerintah untuk menangani masalah kemiskinan telah berhasil menurunkan jumlah penduduk miskin dari 28,01 juta (10,86%) pada tahun 2016 menjadi 22,5 juta (11,3%). Namun, berbagai hal yang terjadi di Indonesia berkurang sebesar 0,50 juta orang dibandingkan dengan kondisi September 2015 yang sebesar 28,51 juta orang (11,13 persen).  Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk di Aceh Besar mencapai 383,477 jiwa dengan komposisi penduduk usia produktif mencapai 53,08 persen. Namun demikian, yang menjadi tantangan terbesar adalah menjawab angka kemiskinan yang masih tinggi yaitu 16,88 persen, padahal Aceh Besar memiliki potensi sumbar daya alam (SDA) yang sangat kaya.

Aceh merilis profil kemiskinan di daerah ini Maret 2016. Dari data tersebut menunjukkan persentase angka kemiskinan di Aceh hingga Maret 2016 tertinggi kedua (16,73 persen) di Pulau Sumatera, setelah Bengkulu (17,32 persen). Peringkat kemiskinan kedua provinsi ini masih sama seperti periode Januari-September 2015.
Pada satu daerah di Aceh Besar di kecamatan Masjid raya di Desa Meunasah Mon yang memiliki tingkat kemiskinan 50%. Pada umum nya masyarakat di desa Meunasah
Mon bekerja sebagai nelayan dan petani kebun yang menurut mereka pekerjaan ini sangat tergantung pada cuaca di lokasi tersebut.

Mengapa dan apa pentingnya riset di desa tersebut?
Meunasah Mon memiliki jumlah kepala keluarga  sebanyak 358. Desa ini ada 4 dusun yang masyarakat nya 75% bersuku aceh dan skitar 15%  yang tidak termasuk suku aceh. Bangunan rumah di desa ini mayoritasnya ialah rumah bantuan Tsunami 2004 lalu. Namun, tidak sedikit rumah di desa ini  yang hanya berukuran 15 meter. Mata pencaharian yang di dominasi oleh petani, nelayan, dan berjualan  ini belum mampu memenuhi seluruh kebutuhan keluarga maupun pribadi mereka sendiri. Tidak sedikit dari anak-anak dari desa ini harus terputus sekolah akibat tidak ada nya biaya keluarga  untuk meneruskan sekolah mereka. Diakibatkan beberapa faktor, terdapat kurang lebih 70% penduduk yang dikategorikan miskin atau kurang mampu.

Hasil Temuan Lapangan
Berdasarkan pantauan kami selama disana, masyarakat yang mayoritas bekerja sebagai nelayan, petani dan berjualan  tersebut mengaku bahwa penghasilan mereka sangat lah pas – pas an bahkan cenderung kurang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari hari apalagi untuk menyekolahkan anak-anak mereka. Ditambah dengan harga barang pokok  yang semakin hari semakin melambung membuat mereka sangatlah kesulitan. Cuaca yang terkadang  tidak mendukung sangat menghambat mereka untuk mencari nafkah sehingga mereka terpaksa harus mencari pekerjaan tambahan demi menghidupi keluarga sehari hari. Namun, tidak semua masyarakat memiliki pekerjaan sampingan, seperti salah satu narasumber kami yang bernama Zainal.
Beliau sehari hari hanya bekerja sebagai buruh bangunan, meski tidak mencukupi, namun diakibatkan tidak adanya keahlian lain yang dimiliki membuat nya tidak memiliki bekerja sampingan demi menutupi kebutuhan sehari hari serta membeli susu untuk anak yang masih kecil.  Di desa tersebut masih banyak kita temukan lansia yang seharusnya sudah dapat beristirahat namun mereka masih bekerja demi menyambung hidup. Memang hal ini sangat disayangkan karena apabila mereka terlalu capek akan sangat  berbahaya bagi kehidupan mereka. Program Raskin yang dimiliki oleh gampong tersebut belum mampu memenuhi kebutuhan mereka diakibatkan tidak merata nya pembagian bantuan tersebut. Terkadang raskin yang dibagikan tersebut tidak sesuai dengan data yang ada bahkan masyarakat yang seharusnya mendapatkan bantuan tersebut malah tidak mendapatkannya.
Begitu juga dengan zakat, tidak semua masyarakat mendapatkan nikmat zakat tersebut meskipun mereka sangat pantas untuk mendapatkannya. Kurangnya pengetahuan masyarakat atas informasi bantuan atau program pemerintah yang ditawarkan kepada gampong tersebut menjadi salah satu penyebab mereka tidak mendapatkan akses. Untuk mencari modal tambahan, masyarakat Meunasah Mon kebanyakan tidak berani untuk meminjam kepada lembaga keuangan diakibatkan takut nya tidak mampu untuk membayar kembali pinjaman tersebut meskipun syarat yang ditawarkan tidak terlalu sulit, namun dengan tidak adanya jaminan yang mereka pegang membuat mereka enggan untuk “berhutang”. Di samping itu, adanya predikat “miskin” yang melekat ada mereka, susah untuk meminjam modal padahal mereka sangat membutuhkan dana tersebut untuk memenuhi kehidupan sehari hari.
Diakibatkan ekonomi yang pas-pas an, banyak dari anak anak terpaksa putus sekolah karena tidak ada biaya untuk melanjutkan pendidikan tersebut. Memang sangat disayangkan karena seharusnya dengan mereka bersekolah dapat merubah kehidupan mereka nantinya. Selain tidak ada biaya untuk sekolah, di desa tersebut bahkan masih ada rumah yang tidak memiliki sarana sanitasi sendiri sehingga mereka harus menumpang di rumah tetangga bahkan harus kesungai. Padahal yang kita tahu bahwa sarana sanitasi tersebut sangat lah perlu dalam kehidupan sehari-hari. Sarana sanitasi yang diperlukan tidak hanyak kamar mandi, namun daerah pembuangan seharusnya menjadi perhatian yang penting karena saluran pembuangan yang tidak sesuai hanya akan menambah masalah yang tidak hanya merugikan pribadi tapi orang lain dapat terkena imbasnya. Air Pdam yang merupakan sumber air bersih di Desa tersebut pun belum mampu memenuhi kebutuhan air mereka, dimana apabila air macet atau mati bisa berlangsung berhari hari dan apabila hujan air akan keruh sehingga untuk minum sangat tidak dianjurkan karena dapat membahayakan kesehatan.
Masyarakat Meunasah Mon kebanyakan memiliki akses kesehatan BPJS, meskipun memiliki akses masih ada masyarakat yang lebih memilih untuk berobat secara tradisional ataupun hanya dengan membeli obat biasa di warung warung terdekat dengan dalih lebih dekat dan murah. Meskipun tidak semua, namun ada juga masyarakat yang memilih berobat ke puskesmas dengan bantuan BPJS namun tidak mampu untuk berobat ke dokter dikarenakan tidak adanya biaya. Padahal kebanyakan dari masyarakat nya sendiri sudah berusia setengah abad dimana usia ini sangat rentan terhadap penyakit apabila tidak sering di periksa.
Meskipun hidup pas-pas an namun sikap kekeluargaan yang dimiliki masyarakat cukup besar, hal itu dapat dibuktikan pada saat diadakan nya rapat/musyawarah atau kegiatan rutin yang dilakukan Gampong, masyarakat menunjukkan antusias yang cukup besar dan bersedia ikut dalam kegiatan tersebut. Rapat/musyawarah tersebut juga digunakan masyarakat sebagai wadah untuk menyampaikan aspirasi dan pendapat mereka.

Berikut beberapa hasil survey lapangan anggota

1. Marlina
Siti hawa (69 tahun ), pendidikan terakhir MAN, status Janda dan memiiki anak 2 tingkat SMP. Sejak tahun 1996, beliau ditinggal oleh suami nya yang merantau namun hingga sekarang tidak ada kabar lagi. Di rumah pribadi berukuran 36 inilah Ibu Siti tinggal bersama kedua anaknya. Demi menghidupi keluarga nya, Siti menjual kacang rebus dan sayur sayuran meskipun hasil yang didapat tidak mampu menutupi kekurangan mereka. Bantuan yang pernah diterima nya ialah beras raskin yang diberikan oleh pihak Pertamina serta untuk mendapatkannya tidak perlu berdesak-desakan. Meskipun di gampong itu memunyai usaha Koperasi, namun Siti tidak pernah meminjam di sana karena takut tidak mampu membayar kembali. Untungnya, beliau tetap menerima zakat pertahun (tiap Idul Fitri) yang dapat membantu mereka saat itu. Siti mengharapkan pemerintah dapat memberikan bantuan dana bagi mereka agar kehidupan mereka menjadi lebih baik. Oleh karena itu, setiap diadakan rapat/musyawarah gampong, Siti sering hadir demi menyampaikan keinginan nya. Meskipun serba kekurangan, Siti masih dapat bersyukur karena memiliki akses air bersih serta memiliki sarana  sanitasi pribadi serta BPJS yang dapat digunakan saat penyakit nya kambuh.

2. Rafi Aulia
Amiruddin (52 tahun), pendidikan terakhir MIN, status menikah dan mempunyai anak 2. Amir sehari hari bekerja sebagai nelayan yang menurut beliau “cukup” untuk sehari hari. Namun, apabila cuaca tidak mendukung, dia tidak akan dapat penghasilan apa-apa dikarenakan tidak mempunyai sumber pendapatan lain. Untuk menambah modal, biasanya Amir meminjam uang ke koperasi sebesar 1 juta dan bayar bulanan nya 70 rb rupiah serta proses nya harus berkelompok dan ketua kelompok sebagai penanggung jawab. Setiap bulannya, Amir mendapat raskin yang diberikan pemerintah langsung dengan ditandai adanya kupon. Sedangkan zakat, beliau menerima pertahun  yaitu pada saat menjelang lebaran. Untuk menambah penghasilan dilakukan lah praktek Mawah, dimana dia merawat lembu orang, setelah anak lembu lahir dibagi dua dari harga anak lembu tersebut. Menurut Amir, program pemerintah belum cukup karena bantuan pemerintah sangat sedikit yang diterima oleh mereka. Dia mengharapkan pemerintah dapat memberikan kapal dan kapal tersebut dibayar dengan cara dicicil ataupun memberikan lahan baginya untuk membudidayakan lele. Dalam bermasyarakat, Amir sering mengikuti kegiatan gotong royong karena sudah dianggap kewajiban rutin ketika menyambut bulan suci Ramadan serta Maulid Nabi Besar SAW. Akses air bersih yang didapatnya berasal dari PDAM namun terkadang airnya mati atau tidak naik. Selama setahun terakhir ini, beliau tidak menderita sakit parah yang mengharuskan rawat, namun hanya penyakit biasa dan akses yang didapat adalah BPJS. Ketika diadakan rapat/musyawarah di gampong, beliau sering mengikutinya karena dengan begitu dapat menyalurkan pendapat atau aspirasinya.

3. Apriansyah
Alimin (52 tahun), pendidikan terakhir SMP, status menikah dan mempunyai $ anak. Pria yang sehari hari bekerja sebagai Nelayan ini harus menerima kenyataan pahit dimana ada anaknya yang terpaksa putus bersekolah karena ketidak adanya biaya. Penghasilan yang diterimanya pun terkadang cukup tapi sering kekurangan. Untuk menambah penghasilan, dia pun bertani cabai meskipun sering terkendala oleh cuaca. Setiap bulannya, Ali mendapat raskin dari pemerintah dengan hanya membawa uang saja. Menurutnya, proses dalam perizinan di gampong termaksud mudah hanya saja apabila berkasnya dibawa keluar kadang terhambat. Demi menambah penghasilan, dia pun melakukan praktik mawah yang memang dilakukan oleh sebagian masyarakat gampong. Untuk mendukung ketersediaan pangan, lahan di pekarangan ditanami sayur-sayuran karena menurut beliau lebih cepat menghasilkan. Namun, sayangnya Ali tidak mengetahui apasaja program pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan di daerahnya. Sumber air bersih yang didapatnya berasal dari PDAM dan sering sekali airnya macet. Menurutnya, pembangunan di desa tidak menyentuh warga secara keseluruhan sehingga masih banyak warga yang miskinn.

4. Novi Yanti
Jamliah (65 tahun), pendidikan terakhir SMP. Status menikah dan mempunyai anak 5 orang. Di rumah berukuran 36 inilah beliau dan sekeluara tinggal. Demi menghidupi keluarga, suami beliau bekerja di pabrik bata didaerah Lambaro Angan. Penghasilan yang diterima nya pun tidak mencukupi karena tidak adanya sumber pendapatan lain. Keluarga ini pernah meminjam dana kepada PNPM dengan hanya menyertakan fotocopy KTP. Raskin yang diterima sebanyak 2 are per kk pun menjadi tambahan untuk makan mereka dan termaksud mudah karena hanya perlu mengambilnya raskin di kantor desa. Jenis usaha gampong yang ada ialah merajut yang dibatasi hanya 100 orang ibu-ibu rumah tangga. Menurutnya, program pemerintah sudah dapat meringankan mereka karena dengan adanya dan PNPM tersebut bisa untuk merenovasi rumah mereka. Meskipun di gampong sering diadakan kegiatan rutin, beliau jarang mengikutinya Karena terbentur akan pekerjaan. Air PDAM yang diterima mereka pun dibayar perbulan sesuai pemakaian, namun untuk mencuci, mereka lebih memilih di sungai dengan alasan hemat air. Meskipun serba kekurangan, dia masih mampu menyekolahkan kedua anaknya yan kini sudah di duduk di dayah dan kelas 3 SMP, sisanya tidak bersekolah karena tidak adanya biaya.

5. T. Silva Nanda S.
Sunaryo (36t tahun), pendidikan terakhir SMP, status menikah dan mempunyai 2 orang anak, rumah dimiliki milik pribadi berukuran 4x8 m. Demi menghidupi keluarganya, pria ini sehari-hari bekerja sebagai tukang bangunan yang terkadang mencukupi dan terkadang tidak. Dulu nya di Jawa pernah berdagang bakso yang terkadang lebih santai dan pendapatannya lebih banyak, hanya saja untuk kembali berdagang beliau tidak mempunyai dana serta menurutnya masyarakat tidak mampu untuk membeli bakso karena membeli nasi saja masih kurang. Untuk mengambil raskin yang diberikan tiap bulannya, mereka hanya perlu membawa uang saja untuk mengantri dan tidak mengurus macam-macam surat. Menurutnya program yang ada untuk menanggulangi kemiskinan belum maksimal dikarenakan masih banyak nya orang miskin, namun sayangnya dia tidak mengetahui pasti apa saja program pemerintah tersebut. Gotong royong serta pengajian sudah dianggap kegiatan rutin yang wajib diikuti demi mempererat tali silahturahmi. Meskipun memiliki akses air PDAM namun sekarang sudah tidak berfungsi lagi. Untuk memenuhi air sehari-hari digunakanlah air sumur sendiri.

6. Intan Silvia
Rusmini(75 tahun), pendidikan terakhir SMP, janda dengan 3 anak. Pekerjaan sehari-hari yang dijalani nya ialah berjualan kue dengan menitipkan kewarung tetangga. Untuk memenuhi kekurangan, wanita setengah baya ini pun bertani di bantu salah seorang anaknya. Kenaikan harga pokok yang melambung menjadi kendala beliau dalam berjualan, karena modal yang dikeluarkan bisa lebih besar daripada pendapatan. Saat di gampong itu masih ada koperasi, dia pernah meminjam dana di sana dengan syarat yang cukup mudah. Nenek ini juga menerima raskin (per bulan) serta zakat (pertahun) yang menurutnya sangat bermanfaat. Meskipun di gampong itu masih terdapat mawah, namun dia memilih tidak melakukannya. Menurut beliau program yang dijalankan pemerintah belum maksimal karena tidak meratanya atas bantuan tersebut dan dia mengharapkan pemerintah kedepannya lebih teliti dan maksimal. Meskipun kekurangan, tapi nenek Rusmini masih bersyukur karena adanya air PDAM meskipun sering macet dan adanya akses kesehatan seperti BPJS yang sangat berguna apabila beliau ingin berobat ke puskemas. Ketiga anaknya sudah menikah namun hanya seorang yang masih bersamanya.

7. Kori Silvia
Ainal Mardhiah (70 tahun), janda dengan 2 orang anak. Nenek Ainal tidak pernah mengecap bangku sekolah sehingga demi menghidupi keluarganya dia memilih untuk membantu tetangga menjual kacang rebus. Sebelum berjualan kacang, dia pernah bekerja sebagai petani, namun seiring bertambah usia dia memilih cukup berjualan saja meskipun pendapatan yang diterima tidak menentu. Meskipun syarat apabila meminjam dana mudah, namun dia memilih jalan aman dengan tidak meminjam karena tidak mampu membayarnya. Bantuan yang diterima ialah raskin serta zakat pada waktu tertentu. Akses air bersih yang ada ialah PDAM meskipun ketika hujan airnya keruh sehingga tidak dapat digunakan untuk minum.

8. Fidzar Aiga Aulianda
Rosmiati (78 tahun), pendidikan terakhir SMP, janda dengan 4 anak. Dengan hanya menjual kue ke warung-warung dia menghidupi keluarganya. Meskipun ada pemberian pendapatan dari anak yang sudah menikah namun dirasa belum memenuhi kebutuhan mereka. Nek Rosmiati pernah meminjam uang ke bank untuk dijadikan modal usaha dengan syarat yang terbilang mudah yaitu, survey usaha dan melihat ktp. Raskin yang diterima nya pun tidak menentu karena dibagikan langsung oleh kepala dusun serta tidak seluruh warga miskin yang menerimanya. Meskipun ada usaha gampong, mereka kurang dipercaya karena adanya predikat miskin yang melekat pada mereka. Pemberian modal usaha menurut nya sangat bagus karna dapat mengembangkan usaha yang sudah ada. Diakibatkan tingkat kesehatan yang sudah menurun, beliau jarang mengikuti kegiatan gampong seperti, pengajian ataupun rapat warga.

9. Nia Murniati
Zuhriati (32 tahun), pendidikan terakhir SD. Status menikah dan punya anak 1. Untuk menghidupi keluarganya, dia bekerja sebagai petani yang dirasa terkadang kurang. Ketika hujan sangat menghambat dalam mencari rezeki Karena lahan perkebunan berada di atas gunung. Meskipun masuk dalam golongan warga miskin, namun keluarga mereka tidak pernah mendapat bantuan pemerintah seperti raskin dan proses untuk mengurus surat-surat cenderung susah. Menurut nya kegiatan rutin gampong seperti gotong royong, pengajian, dan wirid menjadi kewajiban karena dengan begitu antar warga akan ada ikatan kuat. Air PDAM yang terkadang mati, serta keruh pada saat hujan sangat mengganggu kegiatan sehari hari seperti memasak,mandi, dan mencuci.

10. Miftahul Jannah
Burhani (64 tahun), pendidikan terakhir Min, status menikah dan 9 orang anak. Dengan hanya bermodalkan melaut, dia menghidupi keluarga. Pendapatan yang diterima nya sangat bergantung pada cuaca dan keadaan laut. Ketidakmampu untuk membayar ulang membuat pria ini enggan meminjam dana kepada lembaga keuangan. Raskin yang diterima nya pun tidak sesuai karna menurutnya raskin diberikan kepada keuchik sedangkan pak keuchiknya tidak menyalurkan raskin tersebut kepada mereka. Usaha gampong yang dimilki pun tidak dapat membantu mereka karena pihak pengelola tidak percaya. Lahan yang terlalu sempit membuat mereka tidak dapat memanfaatkan untuk tambahan kebutuhan pangan. Program yang ada dirasa tidak mampu mengatasi kemiskinan karena Keuchiknya tidak menyalurkan bantuan seperti raskin kepada warga miskin, kalau adapun hanya sesekali mendapatkannya. Kegiatan rutin yang ada di gampong dijadikan wadah sebagai menambah ilmu dan memperbaiki diri menjadi lebih baik sehingga dapat mengajarkan nya kepada anak-anak. Akses air yang digunakan adalah sumur, untuk memperolehnya menggunakan/memasang keran. Terlalu sering bekerja membuat pria ini cenderung sakit-sakitan namun hanya berobat secara tradisional karena boleh membayar seikhlasnya.

11. Aziz Gust Munandar
Nur Habibah/Zainal (27/31 tahun), pendidikan terakhir (SMA/SMP), status menikah dan mempunyai 3 orang anak. Demi menghidupi keluarga sehari hari serta membayar rumah sewa, Zainal bekerja sebagai buruh bangunan yang penghasilannya dirasa tidak cukup. Dikarenakan tidak adanya keahlian lain membuatnya harus bekerja sebagai buruh bangunan saja. Kendala yang dialami ialah gaji yang terkadang telat diberikan. Menurut mereka, mudah saja melakukan pinjaman tetapi beratnya karena harus ada jaminan yang merupakan syarat utama peminjaman. Dalam hal memperoleh beras raskin pun dirasa mudah karena hanya membawa kk dan sejumlah uang. Dalam pengajuan surat, tergantung surat apa yang diajukan. Jika surat tersebut memberi keuntungan untuk pribadi misalnya proposal agak dipersulit dan banyak persyaratan. Meskipun secara ekonomi mereka berhak menerima zakat, tapi faktanya mereka belum pernah menerima zakat tersebut. Luas tanah sama dengan luas rumah yang hanya sebesar 3x5 m itu pun sangat memprihatinkan. Ketidak tahuan tentang program pemerintah membuatnya tidak dapat memberikan solusi atas masalah yang mereka hadapi. Sangat disayangkan,keluarga kecil ini tidak mempunyai sarana sanitasi sendiri hingga harus menumpang ke rumah tetangga mereka. Tidak adanya akses air bersih membuat mereka harus membeli air untuk minum dan masak sedangkan mandi dan mencuci dilakukan di sungai. BJPS yang diurus pun belum keluar, namun ketika berobat mereka memilih ke Puskesmas.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil temuan kami di lapangan, Gampong Meunasah Mon, Kecamatan Masjid Raya, Kabupaten Aceh Besar tersebut sangat layak untuk dapat perhatian yang lebih dari pemerintah khususnya Pemerintah Provinsi Aceh. Mengingat angka kemiskinan yang mencapai 70% tersebut tidak dapat dianggap remeh oleh pemerintah. Pemerintah harus dapat meminimalisir persentase yang tinggi itu demi mensejahterakan masyarakatnya. Menurut beberapa warga desa, mereka mengharapkan pemerintah dapat bersikap adil dalam hal pemberian bantuan serta dana untuk mereka. Karena pada praktik lapangannya  masih banyak ditemukan tidak meratanya pembagian tersebut. Selain itu mereka mengharapkan adanya perbaikan atas sarana sanitasi di desa tersebut sehingga semua rumah punya sarana sanitasi. Di desa tersebut juga banyak anak yang putus sekolah, sehingga hal ini dapat dijadikan perhatian khusus pemerintah demi masa depan anak-anak.

Foto – FotoPenelitian








Minggu, 30 Oktober 2016



BANK GRAMEEN

Muhammad Yunus adalah dekan Fakultas Ekonomi Chittagog University di Bangladesh yang resah akan ketidakmampuan ilmu ekonomi untuk mengentaskan kemiskinan. Dengan itu dia memilih “pandangan mata cacing” guna mempelajari kemiskinan dari jarak dekat. Kemudian dia melepaskan jubah akademisnya dan lalu bergaul dengan bergaul dengan orang miskin dan realitas kemiskinan desa Jobra yang bertetangga dengan universitas tempat Ia mengajar. Kaum miskin telah mengajari ilmu ekonomi yang benar-benar baru, dia mempelajari masalah-masalah yang dihadapi orang miskin dengan perspektif mereka sendiri. Pergulatan panjang Yunus dengan masyarakat desa menelurkan sebuah konsep yang disebutnya sebagai “kewirausahaan sosial”, yang berhasil merubah berbagai dimensi pada masyarakat, khususnya perempuan. Dia kemudian mendirikan Grameen Bank guna peemenuhan kredit mikro yang dibutuhkan masyarakat.
Bank Grameen adalah sebuah organisasi kredit mikro yang dimulai di Bangladesh, yang memberikan pinjaman kecil kepada orang yang kurang mampu tanpa membutuhkan jaminan. Sistem ini berdasarkan ide bahwa orang miskin memiliki kemampuan yang kurang digunakan.
Grameen Bank mulai beroperasi sejak tahun 1977, yang kemudian baru menjadi Bank resmi pada akhir september 1982. Prinsip yang digunakan Grameen Bank jauh berbeda dengan bank konvensional yang ada selama ini, dan prinsip itulah yang kemudian dapat mengeluarkan kaum miskin dari kemiskinan struktural yang dideranya. Pertama, Grameen memberikan pinjaman dalam skala mikro, sehingga masyarakat yang paling miskin dapat menjangkau kredit ini. Kemudian yang kedua, prinsip utama yang dianut Grameen Bank adalah “kepercayaan”. Grameen menganggap setiap peminjamnya bisa dipercaya, karena itu Grameen tidak memerlukan instrumen hukum antara debitur dengan kreditur. Dengan kepercayaan tersebut Grameen juga tidak memberlakukan agunan bagi debiturnya, sebagaimana yang diungkapkan oleh Yunus;
Pada tahun 1983 Muhammad Yunus berinisiatif mendirikan bank yang khusus melayani kaum miskin. Bank ini diberi nama Grameen Bank Prakalpa. Bank tersebut didirikan atas prinsip solidaritas, serta memiliki 3 karakter, yaitu :
1. Peminjamnya adalah warga termiskin yang tidak mempunyai lahan.
2. Peminjamnya harus kembali.
3. Porsi utama peminjamannya adalah wanita.
Muhammad Yunus menggunakan sistem kelompok solidaritas, yaitu membentui berbagai kelompok kecil informasi untuk bersama-sama mendapatkan pinjaman dan para anggotanya bertindak sebagai mitra penjamin sesamanya agar setiap anggota mendukung satu sama lain untuk membayar pinjaman serta meningkatkan kualitas hidup dan meningkatkan ekonomi keluarga. Perbedaannya dari kredit ini adalah pinjaman diberikan kepada kelompok perempuan produktif yang masih berada dalam status sosial miskin. Pola Bank Grameen ini telah diadopsi oleh hampir 130 negara di dunia, namun kebanyakan di wilayah Asia dan Afrika. Jika diterapkan dengan konsisten pola Bank Grameen ini dapat mencapai tujuan untuk membantu perekonomian masyarakat miskin melalui perempuan. Hasilnya ternyata sangat luar biasa. Pada wal tahun 1979 anggota Bank Grameen hanya 500-an orang, namun pada tahun 1982 berlipat ganda menjadi 82 ribu orang dan mencapai 7 juta orang pada tahun 2006.
Pengembangan Grameen
Keberhasilan Bank Grameen yang digagas Muhammad Yunus terletak dari penentuan akar masalah kemiskinan pada sebagian besar masyarakat miskin di Bangladesh. Yunus mengidentifikasikan bahwa kaum miskin di pedesaan itu menjadi miskin bukan karena tidak terampil atau buta huruf, tetapi karena kaum miskin tidak memiliki kontrol atas modal serta kemampuan mengontrol modal yang memberi orang untuk mempunyai kemampuan meningkatkan hidup dan lepas dari kemiskinan.
Keberhasilan Muhammad Yunus dalam memberikan dampak positif bagi perkembangan ekonomi Bangladesh telah menempatkan Yunus sebagai sosok ekonom yang memang peduli terhadap rakyat miskin. Ia berhenti menjadi dosen hanya untuk mengabdi pada kemanusiaan, melepaskan kemiskinan masyarakat. Pengetahuan dan teori yang didapatkan selama kuliah telah berhasil membentuk karakter  dirinya untuk mengabdi pada kemanusiaan. Ia tidak duduk di menara gading, tetapi turun kepada rakyat untuk mengentaskan kemiskinan yang diderita.
Peminjam Grameen terdiri atas kelompok yang terdiri dari lima orang, dan kelompok-kelompok tersebut tergabung dalam sentra (federasi tingkat desa yang terdiri dari paling banyak 8 kelompok). Setiap pemohon bergabung dalam sebuah kelompok yang memiliki pemikiran yang sama dan hidup dalam kondisi sosial-ekonomi yang serupa. Kelompok dibentuk oleh para peminjam sendiri, dan Grameen mendorongnya dengan menyediakan insentif agar mereka saling membantu demi keberhasilan usaha masing-masing.
Setiap pinjaman dari anggora juga harus disetujui kelompok, karena itu kelompok memikul tanggungjawab moral atas setiap pinjaman. Seorang calon peminjam pertama-tama harus berinisiatif mencari orang kedua dan menjelaskan prosedur bank pada orang kedua., kemudian yang kedua akan mencari anggota ketiga, keempat, dan yang kelima. Untuk itu, anggota yang pertama harus dapat menyakinkan anggota kedua agar bersedia bergabung. Namun seringkali ketika kelompok tersebut hampir terbentuk, salah satu anggota, atau bahkan empat anggota yang lain mengurungkan diri sehingga yang seorang itu harus memulai dari awal lagi.
Setelah kelompok terbentuk kelima anggota tersebut datang kelima-limanya ke bank untuk mendapatkan pelatihan tentang kebijakan bank setidaknya selama tujuh hari. Setelah itu mereka pun harus mengikuti ujian lisan secara individu guna mengetahui pemahamannya. Jika seorang anggota tidak lulus, maka yang lain harus menunggunya sampai lulus. Setelah semuanya lulus ujian maka dua orang pertama akan mendapatkan pinjamannya. Jika dalam enam minggu dua orang tersebut taat membayar cicilannya, maka dua orang lainnya akan mendapat pinjaman. Ketua kelompok biasanya menjadi peminjam terakhir dalam kelompoknya.
Yunus kemudian juga menemukan bahwa perbankan saat ini telah bias jender, perempuan selama ini jarang yang diperbolehkan untuk menjadi debitur. Padahal, perempuanlah yang lebih rentan mengalami kemiskinan dan kelaparan. Hukum tak tertulis mengatakan bahwa ibulah yang akan pertama kali mengalaminya. Sementara itu, Yunus menemukan kekuatan yang besar di dalam diri perempuan. Perempuan miskin memandang jauh ke depan dan bekerja keras untuk membawa diri dan keluarganya keluar dari kemiskinan.
Ketika perempuan miskin mulai mendapatkan penghasilan, impian keberhasilannya selalu terpusat di sekitar anak-anaknya. Prioritas kedua seorang perempuan adaah rumah tangganya. Dia membeli perkakas rumah tangga, ataupun memperbaiki rumahnya. Sedangkan laki-laki memiliki prioritas yang jauh berbeda. Ketika laki-laki miskin mempunyai pendapatan lebih, dia lebih memusatkan pada dirinya sendiri. Karenanya, uang yang msuk ke rumah tangga melalui perempuan lebih bermanfaat bagi keluarga secara keseluruhan
Asumsi yang menyatakan bahwa orang menjadi miskin dikarenakan tidak mempunyai keterampilan disanggah oleh Yunus. Program-program pelatihan besar yang diwajibkan dalam program pengentasan kemiskinan oleh pemerintah, ornop-ornop maupun lembaga donor asing diduganya hanya untuk mengekalkan kepentingannya sendiri: menciptakan makin banyak lapangan kerja untuk diri mereka sendiri tanpa perlu bertanggungjawab menghasilkan sesuatu yang konkret (mengentaskan kemiskinan). Kemudian dengan aliran dana bantuan dan kesejahteraan, terciptalah industri besar baru yang berkembang dengan tujuan tunggal menyediakan pelatihan.
Sementara itu, Grameen berbeda pandangan dengan ahli pengentasan kemiskinan tersebut: orang menjadi miskin bukan karena tidak terampil, melainkan karena tertutupnya kontrol atas modal. Ketidakberdayaan kaum miskin menyebabkan mereka bekerja demi keuntungan orang yang memiliki kontrol atas modal. Selain itu, Yunus juga mengungkapkan bahwa kemiskinan tidak diciptakan oleh kaum miskin. Kemiskinan diiptakan oleh struktur masyarakat dan kebijakan-kebijakan yang dijalankan masyarakat.

Terakhir, dapat ditarik beberapa prinsip yang dianut Grameen Bank. (i) Grameen Bank dimiliki oleh anggotanya (92% adalah saham anggota, dan sisanya milik pemerintah). (ii) Sasaran Grameen Bank adalah lapisan masyarakat yang paling miskin. (iii) Perempuan lebih diutamakan oleh Grameen. (iv) Grameen tidak memberlakukan agunan. (v) Jenis usaha yang dibiayai ditentukan oleh anggotanya sendiri. (vi) Grameen membantu informasi dan sarana agar usaha anggotanya berhasil. (vii) Debitur membayar tingkat bunga sesuai keperluan untuk menjaga agar Grameen tetap mandiri (tidak tergantung hibah atau donasi)